Menjaga Kerukunan Umat

 

Dikisahkan bahwa bani Israil mengalami masa paceklik. Kemarau panjang membuat hamparan bumi mengering. Tanah gersang, air tak muncul dari bumi. Melihat kondisi yang demikian, Nabi Musa sebagai pemimpin bani Israil pun memimpin mereka untuk berdoa kepada Allah. Nabi Musa memimpin mereka untuk memohon hujan, Istisqa.

Pertama kali melakukan Istisqa, hujan belum kunjung turun. Tanah masih kering. Pepohonan belum ada yang tumbuh. Rumput-rumput masih kering. Tidak ada kehijauan di daerah tersebut.

Akhirnya, Nabi Musa memimpin lagi untuk melakukan Istisqa yang kedua kalinya. Setelah istisqa, Nabi Musa dan kaumnya pun menantikan hujan turun. Namun demikian, mendung juga belum kunjung datang. Jangankan mendung, angin tanda-tanda hujan pun belum dirasakan oleh bani Israil.

Setelah tidak ada tanda-tanda turun hujan, Nabi Musa lantas kembali memimpin Istisqa. Mereka melakukannya dengan hati yang lebih khusyuk dan harapan yang besar akan turunnya hujan. Setelah melakukan Istisqa untuk kali ketiga, tanda-tanda hujan belum juga tampak. Langit masih cerah. Matahari masih bersinar garang di siang hari dan rembulan serta bintang-bintang masih berpijar di malam hari.

Nabi Musa dan kaumnya masih merasakan kepayahan. Oleh karena itu, Nabi Musa mencoba berinteraksi dengan Allah. Nabi Musa bertanya, “Ya Allah, hamba dan kaum hamba sudah melakukan Istisqa sebanyak tiga kali. Mengapa Engkau belum juga menurunkan hujan?”

Allah pun menurunkan wahyu kepada Nabi Musa sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut, “Wahai Musa, ketahuilah bahwa di antara kaummu itu ada yang saling bermusuhan. Maka, jika kaummu itu bisa menjaga kerukunan, maka akan turun hujan walau tanpa Istisqa.”

Baca Juga:   Selamat Hari Kebangkitan Nasional ke 114

Seketika itu juga Nabi Musa mengumpulkan kaumnya. Nabi Musa memperingatkan kaumnya bahwa hal yang menghambat turunnya hujan adalah ketidakrukunan mereka. Tidak berapa lama kemudian, hujan pun turun. Ternyata, di antara mereka yang bermusuhan itu sudah saling memaafkan.

Ada sebuah hikmah yang bisa kita ambil dari sekelumit kisah tersebut. Ketika kemarau panjang menerjang dan mengeringkan muka bumi, maka hal itu karena umat manusia yang saling tidak menjaga kerukunan. Jika kerukunan bisa dijaga, maka Allah pun bermurah hati kepada manusia. Dengan demikian, betapa pentingnya arti kerukunan umat manusia itu.

Allah berfirman dalam QS Ar-Ruum ayat 41: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.

Sesuailah ayat tersebut dengan kisah dari bani Israil tersebut. Pada dasarnya, segala kerusakan yang kemudian berbuah bencana alam (banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan asap sebagaimana yang terjadi di Sumatra) itu memang karena tangan manusia yang serakah.

Karena keserakahan tersebut maka timbullah rasa permusuhan dan akibat dari keserakahan itu adalah bencana alam yang tak terelakkan. Dengan demikian, marilah kita saling menjaga kerukunan antarsesama agar kita dijauhkan dari bencana.



Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.