- 11 April 2016
- Posted by: BMT Fastabiq
- Categories: Majalah Fastabiq, News
Presiden Asian Conference of Religions for Peace (ACRP) Prof. Din Syamsudin mengecam aksi teror dalam bentuk apapun. Sebab, aksi teror atau terorisme adalah kejahatan luar biasa yang dapat merusak kemanusiaan. Apalagi, kata Din, aksi teror itu dilakukan dengan mengaitkan agama.
“Maka tidak benar kalau ada yang menuduh Islam sebagai agama terorisme,” ujar Din menjelaskan dalam pengajian bulanan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang ditayangkan TVMu dengan tema “Pemberantasan Terorisme yang Pancasilais dan Komprehensif”, di Jakarta, Jumat (8/4).
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menuturkan, terorisme sebenarnya tidak terkait dengan agama apapun. Namun, terang dia, aksi teror yang telah terjadi, selalu dikaitkan dengan Islam. Dan itu, kata dia, dapat juga terlihat dengan adanya generalisasi terhadap seluruh umat Islam yang dilakukan pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Merusak citra,” tegas Din yang menyesalkan adanya stereotipe terhadap Islam. Akibat stereotipe ini, Din melanjutkan, terutama di Amerika Serikat dan di Eropa, muncul dengan skala besar yaitu ketakutan pada Islam atau islamophobia.
Sehingga, Din memberitahukan, negara-negara barat itu, melakukan tindakan yang tidak tepat dalam menanggulangi terorisme. Yakni, kata dia, banyak negara melawan terorisme selalu dengan peperangan. “War on terror diakui menempuh jalan yang salah,” ujar Din menegaskan ihwal pandangan banyak pihak terkait war on terror.
Bahkan, program deradikalisasi yang digaungkan oleh Amerika Serikat itu, menurut Din, adalah tindakan yang sebenarnya memunculkan radikalisme itu sendiri. “Saya meyakini program deradikalisasi ini adalah proyek Amerika Serikat,” katanya.
Tak terkecuali di Indonesia, sambung Din, deradikalisasi yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) justru melanggengkan terorisme. “Deradikalisasi selama ini menempuh jalan yang keliru,” ucap Din yang tengah melaksanakan tugasnya di Wina.
Karena itu, ia berharap, penanggulangan terorisme haruslah dilakukan secara komprehensif. Atau, kata dia, tidak menggunakan cara berpikir yang sempit seperti analogi menggunakan kacamata kuda. Yaitu tidak hanya melihat sumber penyebab adanya terorisme karena faktor ideologi.
Namun, Din menegaskan, faktor lain penyebab adanya terorisme adalah kesenjangan, ketidakadilan ekonomi dan politik. Lalu, faktor lainnya adalah adanya pihak tertentu yang melakukan standar ganda dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel.
Dan tak kalah besarnya, penyebab lahirnya terorisme, kata Din, yakni faktor penunggangan. Faktor ini ada karena ada yang memiliki kepentingan terhadap terorisme itu. Ini dimunculkan, terang dia, tak lain juga untuk mendiskreditkan Islam.
Din mendorong, agar Pemerintah Indonesia, Polri, dan masyarakat sipil untuk duduk bersama memberantas terorisme itu secara komprehensif.