- 10 April 2017
- Posted by: BMT Fastabiq
- Category: News
Setiap keluarga tentu mendambakan kebersamaan yang tak mengenal batas, dunia hingga akhirat. Di akhirat, setiap mukmin selalu berharap bahwa mereka dapat bersama dengan orang-orang tercinta, di antaranya, keluarga.
Pasti tak mudah menjaga diri, terlebih keluarga dari api neraka. Titik tekannya ialah bahwa keluarga yang tak tersentuh api neraka adalah keluarga yang dibangun oleh suami dan istri yang berakhlak mulia. Dari pasangan yang penuh rahmat-Nya ini, kelak akan lahir anak-anak yang berakhlak mulia, santun, dan menyejukkan.
Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan orang yang haram (tersentuh) api neraka?” Para sahabat berkata, “Iya, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “(Haram tersentuh api neraka) adalah orang yang hayyin, layyin, qorib, sahl.” (HR at Tirmidzi dan Ibnu Hiban).
Hadis ini mengalirkan inspirasi untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia. Orang yang hayyin (memiliki ketenangan dan keteduhan lahir batin), layyin (lembut dalam berkata dan berbuat), qarib (ramah dan menyenangkan), dan sahl (gemar mempermudah orang lain) merupakan figur yang akan menuai kesuksesan di dunia dan akhirat.
Wajarlah bila secara alami kita mendambakan sistem pendidikan keluarga yang mampu mendidik segenap anggota keluarganya agar terbiasa lembut dalam bersikap, tenang, ramah, dan senang memudahkan orang lain. Jika suami dan istri mampu memberikan pendidikan akhlak sesuai tuntunan Rasulullah Saw, menjaga keluarga dari api neraka bukanlah hal yang tidak mungkin.
Dan, insya Allah, keluarga pun telah merasakan surga dunia karena seluruh penghuni rumah menjadi sosok yang qurrota ‘ayun. Tidak ada teriakan, amarah, kebencian, apalagi permusuhan. Yang dirasakan hanyalah kedamaian, ketentraman, hingga rumah tangga pun menjelma sebagaimana yang Rasulullah SAW sabdakan, baiti jannati (rumahku surgaku).
Suami dan istri yang ingin melindungi buah hatinya dari api neraka harus bisa mengasuh dengan energi positif. Mereka harus bisa menjadi teladan bagi buah hati, mengasuh dengan ketenangan, keteduhan, kelembutan sikap, dan keramahan. Hampir semua ahli perkembangan kejiwaan sepakat bahwa anak yang diasuh dengan sikap yang baik akan menyerap keteladanan, sehingga dapat menjadi bekal pembentukan kepribadian positif.
Kelembutan dalam bertutur kata tak bisa dibentuk instan. Orang tua harus memberikan alunan nada, suara, dan tutur kata yang lembut kepada anak sejak dini. Sedapat mungkin, orang tua tidak boleh membentak anak yang masih berusia sangat dini meski ia memiliki ulah yang membuat kesal. Bentakan dan teriakan dapat menggoreskan luka dalam diri anak. Orang tua yang bijak akan memahami kesalahan anak dan dapat menerima sikap anak secara positif tanpa syarat.
Rasulullah SAW selalu bersikap penuh kasih kepada anak kecil. Bahkan, ketika ada seorang anak kecil yang mengompol di gendongannya dan orang tua si anak membentak pada si kecil, Rasulullah SAW menasihatkan agar orang tua tak mudah marah pada sikap anak. Sebab, kotoran dapat dibasuh, tetapi luka hati tak bisa disembuhkan dengan mudah.
Menjaga keluarga dari api neraka dapat dilakukan dengan penyeragaman empat sikap kepada seluruh anggota keluarga. Sedapat mungkin, segenap anggota keluarga mampu menjadi figur yang layyin, hayyin, qarib, dan sahl. Semoga, keluarga kita bisa terhindar dari api neraka dan dikumpulkan-Nya ke dalam surga. Amin.