Kerja Keras Rasulullah Dalam Membina Umat

SEMUA nabi mesti bekerja keras membangun masyarakatnya. Allah tidak memudahkan begitu saja, meskipun tentu saja Ia sangat bisa. Allah tidak membuat umat langsung patuh dan menerima apa pun yang disampaikan para nabi dan rasul. Lihat Nabi Musa AS yang penuh perjuangan luar biasa membina masyarakat Bani Israil, hijrah untuk bertemu Nabi Syuaib AS, menghadapi Firaun, serta memimpin penyelamatan besar-besaran Bani Israil dari Mesir ke Palestina yang memakan waktu puluhan tahun.

Demikian pula Nabi Muhammad SAW yang baik pada periode Mekkah maupun Madinah selalu harus bekerja keras mendakwahkan Islam. Setiap saat Ia harus berada di tengah umat nabi untuk membina mental, membentuk kader, membangun jaringan, memimpin perang, mengatur strategi, membuat perundingan, dan lain-lain. Untuk menjalankan tugas kaerasulannya, ia tidak cukup hanya berzikir di masjid, meskipun zikir dan shalatnya sangatlah istimewa. Tidak cukup hanya nasihat, petunjuk, dan arahan, namun sering kali harus dituntun dan dicontohkan.
Nabi Muhammad SAW meletakan aturan bagi para pejabat negara. Seorang khalifah tidak memperoleh upah, tapi mendapat tunjangan sebesar dua dirham per hari. Ketentuan lain adalah seseorang pejabat tidak boleh menggunakan kuda Turki yang merupakan kendaraan binatang terbaik saat itu. Pejabat tak boleh menggunakan pakaian yang tipis karena merupakan lambang kemewahan, tak boleh makan menggunakan pakaian yang tipis karena merupakan lambang kemewahan, tak boleh makan dari tepung halus, serta tak boleh menempatkan penjaga di muka rumah yang dikhawatirkan akan menjadi penghalang dengan umatnya.

Baca Juga:   Ingin Miliki Tanah/Kavling?

Tidak ada seorangnabi pun yang menjadikan tugas dakwah sebagai sarana mencari nafkah. Lihat kisah Nabi Nuh AS pada surat Al-Huud ayat 29, demikian pula dalam surat Asy-Syu’araa’ ayat 109, 127, 145, 164, dan 180 terdapat pernyataan yang sama dari Nabi Nuh, Hud, Shalih, Luth, daan Syuaib. Mereka tidak meminta upah dari dakwah mereka.

Ada beragam pandangan dalam hal menjadikan ceramah sebagai profesi. Ada yang memperbolehkan namun ada juga yang menganggapnya tidak pantas. Jika ceramah dimaknai sebagai mengajar, sebagaimana seorang guru, ini satu profesi yang bisa mengajarkan sepuluh orang lain untuk bisa sekedar membaca dan menulis mendapat imbalan yang besar. Bahkan para tawanan perang Badar (yang nonmuslim) akan dibebaskan bila bisa mengajarkan baca-tulis.



Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.