- 23 Februari 2018
- Posted by: BMT Fastabiq
- Categories: Majalah Fastabiq, News
الجمعةُ حقٌّ واجبٌ على كلِّ مسلمٍ فبجماعةٍ إلاَّ أربعةً عبدٌ مملوكٌ أوِ امرأةٌ أو صبيٌّ أو مريضٌ
“Shalat Jum’at adalah wajib bagi setiap Muslim dengan berjama’ah kecuali empat orang: hamba sahaya, wanita, anak kecil, orang sakit” (HR. Abu Daud no. 1067, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
Jual beli saat shalat jum’at ?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Al-Jumu’ah: 9).
HARAM PADA SAAT ADZAN 1 ATAU 2 ?
اتفق العلماء رضي الله عنهم على تحريم البيع بعد النداء الثاني
“Para ulama radhiallahu’anhum bersepakat haramnya jual-beli setelah adzan yang kedua” (As-Sa’di dan Ibn Katsir)
Bagi yang berpegang pada pendapat bahwa adzan jum’at 2 kali.
Pendapat Ibn qayyim & ibn taimiyah
والنداء الذي كان على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم هو النداء عَقِيْب جلوس الإمام على المنبر ، فتعلق الحكم به دون غيره . ولا فرق بين أن يكون ذلك قبل الزوال أو بعده
“Adzan (shalat Jum’at) yang ada di zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam hanyalah adzan setelah imam duduk di mimbar. Maka larangan jual-beli ini dikaitkan pada adzan tersebut bukan adzan yang lainnya. Dan tidak ada bedanya apakah itu sebelum zawal ataukah sesudah zawal” (Al-Mughni, 2/145).
Sahnya akad jual beli pada rangkaian jumatan ?
ULAMA BERBEDA PENDAPAT :
1.HANAFIYAH & SYAFI’IYAH : AKAD SAH, Karena larangan jual-beli di sini bukan pada dzat akadnya namun karena sebab lain yaitu bisa memalingkan orang dari shalat Jum’at.
2.MALIKIYAH & HANABILAH : AKAD TDK SAH, Karena perpedoman pada makna teks eksplisit surat al-Jum’ah : 9
Al-qaÛl ar-rÂjÎh / Pendapat Terkuat
الصحيح من العقود ما ترتبت اثاره على وجوده كترتب الملك على عقد البيع مثلا . ولا يكون الشيء صحيحا إلا بتمام شروطه و انتفاء موانعه
“Akad yang sah adalah yang bisa membuat berlakunya konsekuensi dari akad tersebut. Seperti konsekuensi kepemilikan dalam akad jual-beli misalnya. Dan akad tidak disebut sah kecuali dengan terpenuhinya syarat-syarat dan hilangnya mawani’ (penghalang)” (Al Ushul min ‘Ilmil Ushul, 13).