- 29 Juni 2015
- Posted by: BMT Fastabiq
- Category: News

Indonesia Butuh Pemimpin Beriman Demi Selamatkan Negeri
YOUNG Islamic Leaders (YI-Lead) menggelar talkshow inspiratif dalam rangka menyemarakan bulan suci Ramadhan 1436H dengan tema “PemimpinQu Untuk Indonesia Beradab”, Ahad (28/6/2015) di Auditorium Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta.
Hadir sejumlah narasumber di antaranya Ustadz Bachtiar Natsir Lc, MM. (Sekjen MIUMI/ Pimpinan AQL Islamic Center), Dr. Ir. Imam Teguh Saptono, MM. (Direktur Bisnis Bank BNI Syariah), Munarman SH. (Pakar Hukum dan Aktivis) serta Dr. Adhyaksa Dault SH, Msi. (Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga RI/ Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka).
Dalam sambutannya, Ketua Umum Young Islamic Leaders, Islahudin Idris, menyampaikan harapannya agar di tahun 2017 nanti, DKI Jakarta dapat dipimpin oleh seseorang yang kuat aqidahnya, capable dan berkarakter mulia.
Lalu di 2019, pemimpin muda mukmin harus berani maju sebagai kandidat dengan satu tujuan, membawa bangsa ini menuju Indonesia yang beradab.
Sebagai pembicara pertama, Munarman menyampaikan bahwa sistem hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini, sangat rapuh karena tidak memiliki kepastian hukum. Seringkali ancaman hukuman yang dijatuhkan jarang menggunakan ancaman hukuman maksimal.
Tak hanya itu, penjatuhan hukuman juga sangat subjektif, tergantung dari penilaian hakim. Belum lagi banyak oknum aparat penegak hukum yang bisa dibeli. Berbeda halnya dengan sistem hukum Islam yang sangat jelas sistem pemidanaanya (terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah).
“Hukum Islam memiliki kepastian hukum berbeda dengan hukum yang diterapkan di Indonesia. Kepastian dalam suatu hukum itulah yang akan memberikan efek jera dan menimbulkan keadilan di masyarakat.”
Sementara itu, Ustadz Bachtiar menyampaikan bahwa sejelek-jeleknya masyarakat kalau pemimpinnya baik, maka negara tersebut akan baik.
“Jadi pemimpin yang beriman adalah faktor yang paling penting untuk menciptakan Negara yang sejahtera.”
Yang menjadi permasalahan saat ini adalah ketika banyak kaum pemuda Islam yang sudah kehilangan prinsip-prinsip dasar dalam berkeyakinan yang menyebabkan inkonsistensi dalam pemikiran. Yang dibutuhkan oleh pemuda saat ini adalah keberanian yang konstisten dalam kebaikan untuk melawan pemikiran-pemikiran sesat dan tidak tergiur oleh besarnya materi.
“Pemuda Islam jangan hanya diam. Kalau sampai orang sesat dibiarkan berbicara maka omongan orang bodoh tersebut lah yang dianggap benar sedangkan orang baik yang diam akan terlihat salah,” pesan Sekjen MIUMI ini.
Sementara itu dalam bidang perekonomian, Imam Saptono menilai ada yang salah dengan sistem ekonomi dunia saat ini. Problematika ekonomi dunia, yang juga melanda Indonesia adalah masih digunakannya sistem ekonomi berbasis Riba.
Di satu sisi, Negara-negara majulah yang banyak mengambil keuntungan dibandingkan Negara-negara berkembang yang hanya dijadikan objek eksploitasi.
“Apa yang kita gunakan sebagai alat tukar tidak ada nilainya sama sekali. Solusinya adalah kita harus perlahan-lahan meninggalkan sistem riba dan kembali pada sistem ekonomi syariah. Langkah terkecil yang bisa dilakukan yakni mulai dari diri kita sendiri dan keluarga kita, beralih menggunakan sistem ekonomi Islam.”
Selanjutnya pembicara terakhir yakni, Adhyaksa Dault menyampaikan bahwa, akan datang tahun-tahun penuh kemunafikan (orang benar disalah-salahkan dan orang-orang khianat justru diberi kepercayaan untuk memimpin).
Menurutnya, generasi muda saat ini terpecah menjadi dua, yakni pemuda yang anti Islam dan pemuda yang berusaha untuk menyelamatkan nilai-nilai Islam. Jika, ada orang-orang yang terus menerus melakukan gerakan dakwah dan perubahan, maka Allah akan selamatkan negeri kita ini.
“Harus ada pemimpin yang memperjuangkan kepentingan umat,” ujar Adhyaksa.
Pada Intinya, Indonesia bisa menjadi Negara yang beradab apabila dipimpin oleh pemimpin yang memiliki 2 kriteria, yakni: pemimpin yang ikhlas dan pemimpin yang dalam kepemimpinannya mencontoh Sifat, tindakan dan perbuatan Rasulullah.
“Harus ada perbaikan sistem disetiap lini kehidupan, baik hukum, sosial, politik dan ekonomi.”