HAKIKAT HIJRAH

Kita bersyukur kepada Allah SWT yang yang telah memberikan berbagai macam kenikmatan-Nya kepada kita dalam jumlah yang tak terhingga. Diantara nikmat tersebut adalah Allah memperkenankan kita hadir di siang ini dalam rangka melaksanakan shalat Jum’at. Dan nikmat yang terbesar yang diberikan  adalah Allah SWT kepada kita adalah nikmat Iman dan Islam. Keimanan dan keislaman kita telah mengarahkan kita untuk senantiasa melaksakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.

Shalawat dan salam kepada Suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW keluarga, sahabat, dan para pengikutnya serta orang-orang yang senantiasa menghidupkan sunnahnya dengan baik hingga akhir zaman. Dan kita memohon kepada Allah SWT agar kita yang hadir di masjid yang mulia ini, termasuk dalam barisan panjang pengikut setia Rasulullah SAW Aamiin ya Rabbal ‘aalamiin.

Baru saja kita memasuki bulan Muharram di tahun 1434 Hijriyah ini, tahun baru Islam yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan perintiwa hijrah yang sarat dengan makna dan pelajaran bagi umat Islam. Sejarah telah mencatat bahwa Khalifah Umar bin Khattab adalah orang yang pertama kali mengusulkan penanggalan hijriyah yang sebelumnya sudah dimusyawarahkan bersama sejumlah sahabat senior radhiyallahu’anhum ajma’in. Penanggalan hijriyah ini menjadi bagian penting dalam peradaban umat Islam. Di mana masyarakat Arab sebelumnya tidak penanggalan ini. Para sahabat memulai penanggalan tersebut dengan dimulainya tahun hijrahnya Rasulullah SAW dan para sahabatnya dari kota Makkah ke kota Madinah. Karena peristiwa hijrah ini memberikan banyak pelajaran dalam perjalan dakwah Islam dan pembangunan masyarakat Muslim. Lalu mereka mengumumkan bahwa bulan Muharram sebagai awal tahun Hijriyah.

Jamaah sekalian, setelah Rasulullah SAW dan para sahabatnya menaklukkan kota Makkah dari pengaruh kaum musyrikin Quraisy, yang dikenal dengan fathu Makkah, Rasulullah menyatakan dalam sabdanya:

 “Tiada hijrah setelah Al-fath (fathu Makkah), akan tetapi jihad dan niat…”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Saat itu, setelah fathu Makkah maka tidak ada lagi hijrah yang dilakukan dari kota Makkah ke kota Madinah, yang adalah jihad dan niat. Inilah yang dikenal dengan hjirah maknawiyah.  Hijrah maknawiyah adalah hijrah dengan hati menuju Allah dan Rasul-Nya, dan inilah hijrah yang sebenarnya, karenaya hijrah jasadiyah akan mengikuti hijrah maknawiyah. Hijrah maknawiyah menjadi fardhu ‘ain  bagi setiap muslim kapan saja dan di mana saja di berada. Hijrah maknawiyah ini, meliputi kata dari dan ke ataukepada, oleh karenanya seseorang yang berhijrah pada hakikatnya berhijrah dari banyak hal, diantaranya:

Pertama: dia berhijrah dari mencintai selain Allah kepada cinta kepada-Nya. Bila kita mencintai Allah secara benar dan lurus, maka apapun dan bagaimana pun perintah-Nya pasti kita akan senatiasa mengikuti dan melaksanakan segala perintah-Nya, dan cara mencintai-Nya adalah dengan mengikuti segala apa yang diperintah dan diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Baca Juga:   Soal Industri Halal, Indonesia Tak Mau Kalah

Yang kedua adalah: kita harus berhijrah dari penghambaan kepada selain Allah kepada penghambaan hanya kepada-Nya. Kita harus membebaskan diri kita dari penghambaan kepada manusia kepada penghambaan kepada Tuhan Manusia, dari penghambaan kepada berhala dengan segala macam dan jenisnya kepada penghambaan kepada Allah SWT semata.

Hijrah yang ketiga yaitu: kita berhijrah dari rasa takut kepada selain Allah kepada takut hanya kepada-Nya. Seringkali umat Islam merasa takut kepada selain Allah, takut kepada penguasa zhalim, takut kepada atasan bahkan teman dekan dan kerabat yang menjajikan nilai hampa dan tak bermakna sehingga bila kita mentaatinya akan membawa kita kepada kemaksiatan kepada Allah SWT. Seharusnya sebagai seorang Mukmin kita hanya takut kepada Allah yang Kuasa atas segala sesuatu.

Keempat: kita harus berhijrah dari penyerahan urusan kita kepada selain Allah kepada bertawakkal hanya kepada-Nya. Setelah kita berusaha dan bekerja secara optimal, kita iringi dengan doa harap, kita serahkan semua urusan kita hanya kepada-Nya. Kita bertawakkal hanya kepada Allah SWT secara penuh dan totalitas. Sehingga kita merasa, aman, nyaman dan yakin akan pertolongan Allah SWT, dan kita yakin bahwa segala urusan kita cukuplah Allah di atas segala-galanya.

Kelima: dari berdoa kepada selain Allah SWT kepada berdoa hanya kepada-Nya. Fenomena yang sangat menyedihkan, di mana banyak umat Islam yang berdoa dan mengharap Sesuatu kepada selain Allah SWT. Bila mereka ada suatu hajat mereka mendatangi para normal, dukun, kuburan dan yang semacamnya. Mereka meminta dan berharap agar ada isyarat permintaannya dapat terwujud dan dikabulkan. Padahal hanya Allah SWT Tuhan yang Maha Memberi, Tuhan yang maha Pengasih. Dia memberi walau pun tidak diminta apalagi bila kita selalu memohon dan meminta kepada-Nya.

Perlu kita ketahui bahwa pada haikikatnya hijrah itu adalah meninggalkan perbuatan maksiat dan segala prilaku jahiliyah yang membuat kita celaka di dunia apalagi di akhirat kelak, kepada cahaya Islam yang terang benderang yang pasti menghantarkan kita kepada kehidupan dunia yang bahagia dan selamat di akhirat.

Demikianlah semoga kita termasuk diantara orang-orang yang mampu berhijrah menuju Allah SWT dan Rasul-Nya secara totalitas setiap saat dan di setiap kesempatan yang ada. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

 



Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.