Sejatinya, pribadi mukmin itu seperti pohon. Ibnu Jarir Ath- Thabari dalam Tafsir Jaamiul Bayan menyebutnya pohon yang baik (syajaratun thoyyibah), yakni akarnya menghujam ke bumi, batang dahannya menjulang ke langit, dan berbuah di sepanjang musim. (QS [14]: 24-25).

Akhlak karimah adalah buah dari pendidikan Islami sesuai misi profetik Nabi Muhammad SAW (HR Ahmad). Orang tua mesti sadar bahwa anak belajar di banyak sekolah. Sekolah pertama, keluarga. Sekolah kedua, lembaga pendidikan formal. Sekolah ketiga, lingkungan sosial keagamaan. Dan, sekolah keempat, media dengan segala jenisnya.
Keempat sekolah ini saling memengaruhi dalam membentuk kepribadian anak. Ada lima faktor penting untuk melahirkan “pohon yang baik”. Pertama, ketulusan sang pendidik. Untuk menanam pohon, dituntut ketulusan dan kelurusan niat sang penanam. Niat akan meneguhkan hati dan membuatnya bernilai ibadah. Begitu juga mendidik anak, orang tua atau guru harus ikhlas semata-mata mencari ridha Allah SWT. Ketulusan hati orang tua inilah yang melahirkan kesungguhan, pengorbanan, dan keteladanan yang akan menjadi panutan. (QS [31]: 12-19).
Kedua, bibit yang berkualitas. Sungguh, dari bibit yang bagus akan tumbuh pohon yang berkualitas. Jika ayah dan ibu seorang pribadi saleh, anak yang lahir pun saleh. Ketika seorang anak hafal Quran 30 juz, lihatlah siapa orang tuanya. Lalu, pelajari bagaimana mereka mendidik diri dan anaknya mencintai Alquran. Anak berkualitas (khair al-bariyyah) lahir dari orang tua berkualitas. (QS [98]: 7-8).
Ketiga, tanah yang subur. Niat nan tulus dan benih unggul akan membuat tanaman semakin baik jika di semai di atas tanah subur. Seorang yang hendak menikah, patut mencari wanita yang salehah (subur) sebagai lahan ditaburinya “benih”. (QS [7]: 58). Orang tua mesti membangun keluarga yang baik (khair al-usrah) dan memilih sekolah terbaik untuk anaknya. Nabi SAW berpesan bahwa agama seseorang tergantung temannya, maka berhati-hatilah memilih teman. (HR at-Tirmidzi).
Keempat, pengawasan yang intensif. Ketulusan hati, bibit unggul, dan tanah yang subur belum cukup, tapi harus diawasi pertumbuhannya. Mungkin ilalang atau hama datang menyerang tanaman. Meskipun anak-anak di pesantren harus tetap dijenguk, apalagi di sekolah yang bebas dan terbuka. Kewajiban orang tua mengawasi mereka dari segala macam virus yang merusak pertumbuhannya. (QS [66]: 6). Melihat lingkungan sosial yang buruk saat ini, orang tua wajib tahu anak pergi ke mana, bersama siapa, kembali pukul berapa, dan untuk tujuan apa.
Kelima, pupuk yang cukup. Pohon akan tumbuh dengan baik jika diberikan pupuk dan air yang cukup. Sang penanam tentu tahu kadar dan jenis yang diperlukan serta kapan waktu yang tepat dilakukan. Begitu pun anak-anak, harus diberi pupuk motivasi dan apresiasi agar tumbuh gairah dan kekuatan. Juga, disirami air kasih sayang yang menyejukkan kerisauan hati dan pikirannya.
Orang bijak mengajarkan, “man yazra’ yahsud” (siapa menanam dia akan memanen). Sekarang, kita menanam, insya Allah, kelak memanen, yakni anak yang beriman, berilmu, beramal, dan beradab. Seraya berserah diri kepada Allah SWT. Allahu a’lam bish-shawab.

Baca Juga:   Ringan di Lisan, Berat di Timbangan


Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.